MENGGUGAT TANAH GEMAH RIPAH LOH JINAWI ; SUBUR NEGERINYA, SUBUR JUGA SUMBER DAYA MANUSIANYA
2014-08-28
Oleh : *Nasreen Ega
Negara Demokrasi; Dasar Pengusung Kedaulatan Rakyat
Indonesia
merupakan negara hukum (rechstaat)
bukan negara kekusaan (machstaat).
negara hukum berarti negara yang meletakkan dasar pijakannya hanya pada
keadilan, berbagai hal yang terkait pengaturan hukum ketatanegaraan, tata
kelola sosial, politik, ekonomi dan sebagainya tertuju hanya pada satu hal
yaitu kesejahteraan. Amanat ini jelas termaktub dalam dasar negara berupa
Pancasila dan amanat konstitusional berupa UUD 1945. Sebagai sebuah negara yang
menerapkan demokrasi menjadi sistem politiknya maka Indonesia memiliki apa yang
disebut dengan Trias Politica atau
pembagian kewenangan dimana kewenangan pengelolaan negara dibagi pada 3 lembaga
negara yaitu; eksekutif, legislatif dan yudikatif. Setiap lembaga memiliki
tugas dan fungsinya masing-masing yang hal ini tentu hanya bisa berjalan jika
semua elemen memiliki tujuan yang sama.
Negara
memiliki hak dan kewajiban, begitu pula dengan warga negara. Hak dan kewajiban
ini yang menjadi kontrak sosial dimana negara wajib menjaga hak-hak warga
negaranya, hak warga negara sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD adalah mendapatkan
pendidikan yang layak, jaminan kesehatan, jaminan kerja, jaminan keselamatan,
jaminan kesejahteraan dan lain sebagainya. Hanya dengan melaksanakan amanat
konstitusi tersebut maka cita-cita kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia
bisa terealisasi.
Indonesia Negeriku ; Gemah
Ripah Loh Jinawi, Subur Negerinya dan Juga Sumber Daya Manusianya
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, begitu pula dengan sumber
daya manusianya. Bagaimana tidak, ungkapan ‘Gemah
Ripah Loh Jinawi’ seakan menggambarkan betapa tentram dan makmur serta
suburnya tanah Indonesia. Semua hasil alam melimpah ruah seakan tidak mungkin
tanah Indonesia menjadi tanah miskin yang kekurangan. Dari kondisi yang
demikian adanya, tentu logikanya hal tersebut berbanding lurus dengan kondisi
sumber daya manusia yang ada.
Sumber
daya manusia di Indonesia sangatlah berlimpah. Namun sangat disayangkan, bahwa
sudah menjadi rahasia umum berlimpahnya sumber daya manusia di negeri sendiri
adalah untuk menjadi budak perekonomian para pengusaha lokal maupun luar
negeri. Gemah Ripah Loh Jinawi hanya
sekedar ungkapan gambaran ke-elok-an bumi pertiwi, sementara hasil bumi
yang kaya bukan untuk kesejahteraan sumber daya manusianya di negeri sendiri.
Seperti
yang telah diketahui bersama bahwa hampir sebagian besar sumber daya manusia di
Indonesia mengisi berbagai lapangan kerja seperti pabrik dan perusahaan sebagai
pekerja atau buruh pabrik demi menopang perekonomian mereka. Hal ini tentunya
menjadikan keuntungan tersendiri bagi pihak perusahaan maupun negara. Bagaimana
tidak, dapat dikatakan menguntungkan perusahaan karena mampu meningkatkan income perusahaan. Sementara
menguntungkan negara, karena mampu meningkatkan devisa negara.
Sumber
daya manusia yang dimanfaatkan sebagai buruh atau pekerja demi keuntungan
perusahaan dan negara tersebut tentu juga harus diperhatikan hak-haknya sebagai
warga negara. Jaminan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan bagi para
pekerja tentu saja harus dioptimalkan dengan baik. Hal itu sudah sepantasnya
menjadi tanggung jawab bagi perusahaan maupun negara. Namun ironis, berbagai
macam kasus yang menyangkut pelanggaran hak-hak para buruh atau pekerja kerap
kali terjadi.
Rangkaian Kasus Penyelewengan Hak Pekerja
Siapa
yang tak ingat kasus Marsinah, seorang aktivis buruh pabrik arloji PT Catur
Putra Surya, Porong yang ditemukan sudah tidak bernyawa lagi di sebuah gubuk
pinggir sawah bertepatan di Jawa Timur pada 8 mei 1993? Sebelum ia ditemukan
tewas, Marsinah dan para buruh lainnya melakukan mogok total dengan mengajukan
12 tuntutan diantaranya adalah mengajukan kenaikan upah pokok buruh dari Rp
1.700,- per hari menjadi Rp 2.250,- (Tempo, 09/05/13)
Kasus
Marsinah tersebut sampai sekarang masih belum ditemukan titik terangnya. Kasus
ini selain melanggar UUD 1945 Pasal 28 D Ayat
(1) yang menyatakan bahwa, “setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hukum”. juga sudah masuk ke dalam
kasus pelanggaran hak asasi manusia. Namun sangat disayangkan pemerintah
Indonesia belum mampu memberikan tindak tegas kepada nasib buruh itu.
Kasus
lainnya adalah kasus yang belum lama terjadi di tahun 2013, yaitu kasus perbudakan
buruh kuali di Tangerang. Kasus tersebut terjadi setahun silam, namun memberikan
gambaran tentang bagaimana kondisi dan nasib para pekerja di Indonesia. Kasus itu terungkap setelah dua buruh pabrik
kabur ke Lampung dan melapor ke Polisi. Dalam kasus tersebut si pemilik pabrik
kuali memperkerjakan para pekerjanya dengan sangat tidak layak. Para pekerjanya
disekap di sebuah ruangan kecil, tidak diizinkan melakukan ibadah, tidak
diberikan waktu istirahat yang cukup, mempekerjakan anak dibawah umur, tidak
diberi gaji, dipukuli bahkan disiram air panas. Mereka juga dilarang
besosialisasi dengan warga sekitar. (Kompas,27/11/13)
Kasus
perbudakan yang terjadi di Tangerang tentu juga sangat memilukan hati.
Bagaimana tidak, nasib buruh sebagai penyokong perekoniman perusahaan dan
negara sangat dikesampingkan hak-haknya. Jelas sekali kasus tersebut melanggar UU
Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 dan juga melanggar UU Perlindungan anak No 23
Tahun 2002. Namun terlepas dari itu, kondisi per-buruh-an yang terjadi dari
puluhan tahun silam hingga hari ini masih saja belum dapat dikatakan baik.
Pemenuhan Hak-Hak Ketenagakerjaan ; Sebuah Kewajiban dan
Tanggung Jawab Bersama
Kegagalan dan luka masa lalu terhadap kondisi
per-buruh-an di Indonesia sudah sepantasnya dievaluasi kembali. Undang-Undang
Dasar Negara sudah seharusnya menjadi landasan pijak para pemangku jabatan
untuk menindak perkara yang melanggar ketentuan substansi di dalamnya. Kasus
demi kasus yang terjadi harus dijadikan pedoman agar tidak terulang kembali
kasus yang serupa.
Seluruh elemen yang ada di dalam
negara ini harus bisa bersama-sama mewujudkan keadilan sosial karena sejatinya
negara Indonesia merupakan negara hukum dan juga negara demokrasi bukan sebuah
negara kekuasaan. Hak dan kewajiban tenaga kerja telah diatur dalam UU
Ketenagakerjaan, maka sudah menjadi kewajiban seluruh elemen di negara ini
untuk mensosialisasikannya. Disamping itu sosialisasi dan pendataan terhadap
perusahaan atau pabrik-pabrik di Indonesia juga perlu dilakukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin nasib pekerja dari penyelewengan hak
ketenagakerjaannya.
Dengan adanya penerapan seperti yang
telah dipaparkan di atas, tentu dapat membantu membuka gerbang pemenuhan hak
dan martabat setiap warga negara. Tak terlepas kaum buruh atau pekerja kasar.
Karena melalui sumbangsih merekalah perekonomian negara dapat ditopang. Maka
sudah sepantasnya jaminan dan pemenuhan hak ketenagakerjaan mulai diperhatikan
secara holistik.
*Penulis adalah : Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Fakultas Psikologi Peminatan Klinis Forensik
(Mei 2014)